kidungcintakehidupan.blogspot.com / DILARANG MENCOPY SELURUH KONTEN YANG TERDAPAT DALAM BLOG INI TANPA SEIZIN ADMIN.HAK CIPTA DILINDUNGI UU IT
Create your own banner at mybannermaker.com!

"{KIDUNG CINTA KEHIDUPAN}"

AfrikaansAlbanianArabicArmenianAzerbaijaniBasqueBelarusianBulgarianCatalanChinese (Simplified)Chinese (Traditional)CroatianCzechDanishDutchEnglishEstonianFilipinoFinnishFrenchGalicianGeorgianGermanGreekHaitian CreoleHebrewHindiHungarianIcelandicIndonesianIrishItalianJapaneseKoreanLatvianLithuanianMacedonianMalayMalteseNorwegianPersianPolishPortugueseRomanianRussianSerbianSlovakSlovenianSpanishSwahiliSwedishThaiTurkishUkrainianUrduVietnameseWelshYiddish

25 Januari 2013

Candi Singosari

Taman Wisata Majapahit di Wilayah Malang dan sekitarnya, dimulai  dengan cerita tentang Candi Singhasari, atau Candi Singasari, atau Candi Singosari. Candi itu menyimpan banyak arti. Dibangun sebagai persembahan kepada Kertanegara, Raja Singasari terakhir. Juga untuk mengekspresikan kerukunan antara umat Hindu dan Buddha saat itu. Kerajaan Singasari adalah tonggak Kerajaan Majapahit, sekaligus cikal bakal dimulai kisah sejarah Nusantara atau Indonesia saat ini.



CANDI SINGOSARI berlokasi di Desa Candi renggo, Kec. Singosari, Kab. Malang (sekitar 10 km di utara Kota Malang). Candi tersebut berada di lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Aljuna di ketinggian 512 m di atas permukaan laut. Kota Singasari diyakini sebagai ibukota Kerajaan Singasari (1222-1292).



Candi ini ditemukan pada sekitar awal abad ke-18 (tahun 1800-1850), dengan pemberian nama atau sebutan Candi Menara oleh orang Belanda. Mungkin ini bentuknya yang menyerupai menara. Sempat juga diberi nama Candi Cella oleh seorang ahli purbakala bangsa Eropa dengan berpedoman adanya empat buah celah pada dindingdinidng dibagian tubuhnya. Menurut laporan W. Van Schmid yang mengunjungi candi ini pada tahun 1856, penduduk setempat menamakan Candi Cungkup. Akhimya nama yang hingga sekarang dipakai adalah Candi Singosari karena letaknya di Kota Kecamatan Singosari.



Namun adapula sebagian orang menyebutnya dengan Candi Renggo karena letaknya di Desa Candirenggo. Menurut laporan tertulis dari para pengunjung Candi Singosari dari tahun 1803 sampai 1939, dikatakan bahwa Candi Singosari merupakan kompleks pereandian yang luas. Didalam kompleks tersebut didapatkan tujuh buah bangunan candi yang sudah runtuh dan banyak area berserakan disana-sini. Salah satu dari tujuh eandi yang dapat diselematkan dari kemusnahan adalah candi yang sekarang disebut Candi Singasari. Adapun area arcanya banyak yang dibawa ke Belanda. Sedangkan area-area yang saat ini di halaman kompleks Candi Singosari sekarang ini, be~al dari candi-candi yang sudah musnah itu.
Dari Kitab Negarakertagama pupuh 37:7 dan 38:3 serta Prasasti Gajah Mada bertahun 1351 M di halaman kompleks candi diketahui, bahwa candi merupakan tempat “pendharmaan” bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara. Ia tewas pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pemah selesai dibangun.
Cara pembuatan Candi Singasari ini dengan sistem menumpuk batu andhesit (batu kali) hingga ketinggian tertentu. Selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah. (Bukan seperti membangun rumah seperti saat ini). CandiSingasari baru mendapat perhatian pemerintah kolonial Hindia Belanda pada awal abad ke-20 dalam keadaan berantakan. Restorasi dan pemugaran dimulai tahun 1934 dan bentuk yang sekarang dieapai pada tahun 1936.

Candi Besar
Kompleks pereandian menempati areal 200 mx 400 m dan terdiri dari beberapa candi. Di sisi barat laut komplek terdapat sepasang Area Dwarapala (raksasa besar) dengan tinggi hampir 4 meter dan posisi Gada menghadap ke bawah. Ini menunjukkan meskipun penjaganya raksasa tetapi masih ada rasa kasih sayang terhadap semua mahkluk dan ungkapan selamat datang bagi semuanya. Posisi area ini hanya ada di Candi Singasari, tidak ada di tempat ataupun kerajaan lainnya. Di dekatnyaArea Dwarapala terdapat alun-alun. Hal ini menimbulkan dugaan
bahwa eandi terletak di komplek pusat kerajaan. Letak eandi Singhasari yang dekat dengan kedua area Dwarapala menjadi menarik ketika dikaitkan dengan ajaran Siwa yang mengatakan bahwa dewa Siwa bersemayam di puncak Kailasa dalam wujud lingga.
Batas Timur terdapat gerbang dengan Ganesha atau Ganapati sebagai penjaganya, gerbang Barat dijaga Kala dan Amungkala, gerbang Selatan dijaga oleh Resi Agastya, gerbang Utara dijaga oleh Batari Gori . Karena letak Candi Singasari yang sangat dekat dengan kedua arca tersebut yang terdapat pada jalan menuju ke Gunung Arjuna, penggunaan candi ini diperkirakan tidak terlepas dari keberadaan gunung Arjuna dan para pertapa yang bersemayam di puneak gunung ini pada waktu itu. Bangunan eandi utarna dibuat dari batu andes it, menghadap ke barat, berdiri pada alas bujursangkar berukuran 14 m x 14 m dan tinggi eandi 15 m. Candi ini kaya akan omamen ukiran, area, dan relief. Di dalam ruang Utarna terdapat lingga dan yoni.
Bentuk bangunan Candi Singosari sendiri bisa dibilang istimewa, karena candi itu seolah-olah mempunyai dua tingkatan. Seharusnya bilik-bilik candi berada pada bagian badan candi, pada Candi Singosari justru terdapat pada kaki candi. Bilik-bilik tersebut pada awalnya juga terdapat area didalamnya yakni disebelah utara berisi area Durgamahisasuramardhini, sebelah timur berisi arca Ganesha dan dibagian selatan terdapat arca Resi Guru yang biasa terkenal dengan sebutan Resi Agastya. Namun saat ini hanya tinggal arca Resi Agastya saja, sedangkan arca lainnya telah dibawa ke Leiden, Belanda.
Alasan mengapa area resi Agas dibawa serta ke Belanda adalah, dikarenakan kondisinya yang rusak cukup parah, hingga tidak layak dibawa sebagai hadiah kepada penguasa negeri Belanda pada saat itu.

Belum Selesai
Hal lain yang menarik untuk diamati pada Candi Singosari ini adalah hiasan candi. Umumnya bangunan candi dihias dengan hiasan yang rata pada seluruh badan atau bagian candi. Pada Candi Singosari hiasan tidak seluruhnya diselesaikan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa candi itu dulu belum selesai dikerjakan tapi kemudian ditinggalkan. Sebab-sebab ditinggalkan tersebut dihubungkan dengan dengan adanya peperangan, yaitu serangan dari Raja layakatwang dari kerajaan Gelanggelang pada sekitar tahun 1292. Serangan raja layakatwang tersebut menghaneurkan kerajaan Singasari.
Raja Kertanegara beserta pengikutnya dibunuh. Diduga karena masa kehancuran itulah, maka Candi Singosari tidak terselesaikan dan akhimya terbengkalai. Ketidak selesaian bangunan eandi ini bermanfaat bagi yang ingin mengetahui teknik pembuatan omamen (hiasan) candi. Tampakbahwahiasanitudikerjakandariatas ke bawah. Bagian atas dikerjakan dengan sempurna, bagian tubuh candi (tengah) sebagian sudah selesai sedangkan bagian bawah sarna sekali belum diselesaikan.
Di halaman Candi Singosari masih terdapat beberapa arca yang tersisa. Beberapa diantaranya berupa tubuh dewa/dewi meskipun bisa dibilang tidak utuh lagi. Bahkan terdapat satu arca Dewi Parwati yang memiliki bagian kepala yang terlihat “aneh”. Tampaknya bagian tersebut bukan merupakan kepala arca yang sebenamya. Karena kepala arca yang sebenamya diduga putus dan tidak ditemukan kembali. Di lapangan ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 1351 M. Dari tulisan dalam prasasti ini para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Candi Singosari erat dihubungkan dengan raja Kertanegara dari Kerajaan Singosari.
Bangunan ini kemungkinan didirikan bersamaan dengan upaeara sraddha, sebuah upaeara untuk memperingati 12 tahun sesudah raja wafat pada tahun 1304 M, dalam masa pemerintahan Raden Wijaya, Raja Majapahit Pertama. Catatan lain dari Kakawin Nagarakertagama karangan Prapanea, pupuh XLII-XLIII, menyebutkan bahwa Raja Kertanegara adalah seorang raja yang sangat terpandang. Dituliskan bahwa ia menguasai segala maeam ilmu pengetahuan seperti Sadguna (ilmu ketatanegaraan), Tatwopadeso (ilmu tentang hakikat), patuh pada hukum, teguh dalam menjalankan ketentuan-ketentuan agama yang berhubungan dengan pemujaan Jina (apageh ing jinabrata), tekun berusaha dalam menjalankan
prayogakrya (ritus-ritus tantra). Ada juga yang menganggap sebagai makam Raja Kertanegara, raja terakhir Singosari. Namun pendapat ini diragukan banyak ahli, lebih dimungkinkan Candi Singosari merupakan temp at pemujaan Dewa Siwa karena sistem mandala yang berkonsep eandi Hindu dan sekaligus sebagai media pengubah dari air biasa menjadi air suei (amerta).



 Butuh Perawatan Intensif
MENILIK kisah sejarah, Candi Singosari awalnya disebut dalam sebuah laporan kepurbakalaan 1803 oleh Nicolaus Engelhard, Gubernur Pantai Timur Laut Jawa. la melaporkan tentang reruntuhan eandi di daerah dataran tandus di Malang. Kemudian pada 1901, Komisi Arkeologi Belanda melakukan penelitian ulang dan penggalian. Berikutnya di 1934, Oepartemen Survey Arkeologi Hindia Belanda Timur merestorasi bangunan ini hingga selesainya pada 1937. Saat ini banyak arca-arca dari reruntuhan Candi Singosari disimpan di Museum Leiden Belanda.
Candi Singosari bersifat eampuran Siwa-Budha. Ini tidak mengherankan mengingat agama yang dianut Kertanegara merupakan campuran Siwa; dan Budha, bercorak Tantra. Brangkali bangunan itu antara lain memuat arca Brahma dan beberapa area keeil yang terdapat pada lapangan percandian.
“Candi umat Hindu ini selalu ramai dikunjungi wisatawan pada hari libur. Sedangkan wisatawan asing lebih sering datang pada Agustus, September dan Oktober. Kebanyakan wisatawan asing yang datang ke sini merupakan rangkaian wisata ke pulau Jawa-Bali,” kata Suwondo, juru kunci yang sudah mengabdi sekitar 50 tahun. Kondisi bangunan yang berdiri sejak tahun 1292 ini terlihat kokoh, namun j ika diperhatikan dari dekat bangunan sedikit tidak terawat. Tak hanya bangunan eandinya, fasilitas pendukung eandi juga kurang bagus. “Bangunan eandi ini bagus, saying tidak terawat dengan baik. Di Jerman bangunan yang sudah hampir punah mendapatkan perawatan ekstra, sedangkan di sini seperti tidak terawat,” ujar Jorg Burne, turis Jerman melalui pemandu wisatanya.
Bahkan , rombongan wisata yang akan melanjutkan perjalan ke Bromo itu mengeluhkan fasilitas pendukung yang ada di kompleks candi. ‘Tidak ada papan informasi mengenai candi ini, dan juga toilet yang tidak standart  bagi para wisatawan ,” keluh Bule ini. Menurutnya, obyek wisata yang satu
Ini perlu dikembangkan perawatannya. Ada juga jalan setapak yang akan menuju Candi Singosari, jika sesudah hujan mengguyur terlihat becek sehingga akan menyulitkan wisatawan. Setiap bulannya kunjungan orang mencapai 200 orang. Tak jarang wisatawan dari luar negeri merasakan kekaguman yang lebih terhadap peninggalan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar